Pemerintah dan Pemprov Aceh Perlu Bentuk Tim Alih Sistem Pertanahan

26-09-2019 / KOMISI II
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron. Foto : Runi/mr

 

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron mendorong pemerintah pusat segera membentuk tim bersama dengan Pemerintah Provinsi Aceh, untuk membicarakan rencana pengalihan atau penyerahan sistem pertanahan di Aceh dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) ke Badan Pertanahan Aceh.

 

“Kami merespon permintaan dari Pemprov Aceh yang hadir ke DPR RI hari ini guna membicarakan pengalihan sistem pertanahan di Aceh dari BPN ke Badan Pertanahan Aceh. Oleh karenanya kami juga mengundang Sekjen Kementerian ATR/BPN, Dirjen Otonomi Daerah untuk memberikan pandangan-pandangannya terkait hal tersebut,” ujar Herman usai pertemuan dengan Wali Nanggroe Aceh Teungku Malik Mahmud Al Haytar.

 

Pengalihan atau penyerahan sistem pertanahan di Aceh dari BPN ke Badan Pertanahan Aceh tersebut merupakan bagian dari salah satu klausul pada pembicaraan perdamaian di Helinski beberapa tahun silam. Hal tersebut kemudian terutang dalam Undang-Undang Otonomi Khusus Aceh yang diperkuat dalam Perpres Nomor 23 Tahun 2015 tentang dibentuknya tim untuk pengalihan tugas pokok di bidang pertanahan ke pemerintah Provinsi Aceh.

 

Herman juga mengakui ada berbagai alasan pemerintah belum melaksanakan Perpres tersebut, baik itu  alasan teknis, politis maupun ekonomis. Pasalnya sistem pertanahan sebuah daerah juga tidak terlepas dari sistem pertanahan nasional. Pihaknya berharap pemerintah  segera merespon permintaan Pemerintah Provinsi Aceh tersebut dengan bijak, cermat dan cepat.

 

Dari pertemuan tersebut terungkap bahwa seluruh biaya operasional baik di daerah maupun yang berasal dari pusat untuk program daerah ke Aceh, setiap tahun dana yang dikeluarkan tidak kurang dari Rp 600 miliar. Sementara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sistem pertanahan di Aceh sekitar Rp 16 miliar. Melihat kondisi tersebut, Herman berharap jangan sampai pengalihan atau penyerahan sistem pertanahan dari BPN ke Badan Pertanahan Aceh itu nantinya malah akan membebani Pemprov Aceh secara fiskal.

 

Politisi Fraksi Partai Demokrat ini juga mengingatkan pemerintah dalam hal ini BPN untuk terbuka besaran lahan di Aceh yang menjadi tanggung jawab BPN selama ini. Karena komposisi nasional yang berlaku selama ini, BPN hanya mengelola 35 persen lahan Indonesia. Selebihnya merupakan lahan kehutanan yang menjadi wewenang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Jangan sampai ada ekspektasi yang besar dari Pemprov Aceh terkait luas lahan tersebut.

 

“Kami memberikan solusi untuk pembentukan tim yang terdiri dari stakeholder terkait, yakni Pemerintah Pusat dan Pemprov Aceh. Agar jelas kemana arah dan dimana pembagian yang tepat. Kalau saya pribadi berpikir, berikanlah kewenangan Pemrov Aceh untuk meningkatkan layanan publik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun hal yang membebani secara fiskal (keuangan) Pemprov Aceh biarkan menjadi wewenang pemerintah pusat. Intinya, pasti ada jalan, ada titik tengah kalau bisa duduk bersama dalam tim ini,” pungkasnya. (ayu/es)

BERITA TERKAIT
Bahtra Banong Ingatkan Hakim MK Jaga Netralitas dalam Sengketa Pilkada Serentak
09-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, mengingatkan seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjaga netralitas...
Komisi II Siap Berkolaborasi dengan Kemendagri Susun Draf dan NA RUU Pemilu
06-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menegaskan pihaknya siap berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam...
Perlu Norma Baru untuk Antisipasi Terlalu Banyak Pasangan Capres-Cawapres
04-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyebut DPR dan pemerintah akan mengakomodasi indikator pembentukan norma baru...
Putusan MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden Jadi Bahan Revisi UU Pemilu
03-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang...